Kamis, 18 Desember 2014

Paham Feodalisme





Paham Feodalisme

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampu Dr. Suranto M.Pd


Tugas Individu



Oleh:
EUIS SUNDANI
120210302050





FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1.     Konsep dasar paham feodalisme
Feodalisme merupakan sebuah paham. Istilah feodalisme berasal dari bahasa Frankis (Perancis kuno) yang berbunyi fehu-ôd, feod, feud, dan yang berarti pinjaman, terutamalah tanah yang dipinjamkan, dan itupun untuk suatu maksud politik. Lawan kata itu adalah all- ôd atau milik sendiri. Sedangkan, istilah “feudal” (dalam konteks Eropa) yang berasal dari kata Latin “feudum” yang sama artinya dengan fief, ialah sebidang tanah yang diberikan untuk sementara kepada seorang vassal (penguasa bawahan atau pemimpin militer) sebagai imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada penguasa (lord) sebagai pemilik tanah tersebut. Dalam hal ini  foedalisme berarti penguasaan hal –hal yang berkaitan dengan masalah kepemilikan tanah ,khususnya yang terjadi di Eropa Abad Pertengahan.
Pada abad petengahan di Eropa yakni yang dimulai dengan runtuhnya Romawi dan berakhir pada masa renaisanse abad ke-14, sekitar abad ke-3, Romawi pecah menjadi dua wilayah yakni Romawi barat dan Romawi Timur, waktu-waktu tersebut merupakan permulaan munculnya perekonomian yang biasanya kita sebut sistem feodalisme.
Dalam konsep dasar  foedal dikatakan bahwa seluruh tanah kerajaan beserta isinya itu berasal dari raja.Raja sebagai pemilik tanah-tanah luas yang terbentang di wilayah kerajaannya.
Pengertian yang lain dijelaskan bahwa feodalisme adalah sebuah sistem pemerintahan dimana seorang pemimpin, yang biasanya seorang bangsawan, memiliki anak buah banyak yang juga masih dari kalangan bangsawan juga tetapi lebih rendah dan biasa disebut vasal. Para vasal ini wajib membayar upeti kepada tuan mereka. Sedangkan para vasal pada gilirannya ini juga mempunyai anak buah dan abdi-abdi mereka sendiri yang memberi mereka upeti. Dengan begitu muncul struktur hierarkis berbentuk piramida. Masyarakat feodal menggantungkan hidupnya dari hasil pertanian, karena itu tanah menjadi faktor produksi utama dan jadilah pemilik tanah sebagai pihak yang berkuasa dan menempati lapisan atas struktur masyarakat atas dukungan petani lapisan terbawah. Di lapisan tengah terdapat pegawai kaum feodal dan pedagang.
Paham feodal yang menganggap kekuasaan absolut berada di tangan Raja Diraja yang berkoalisi dengan kroni-kroni bawahannya. Kekuasaan absolut terhadap seluruh isi negara yang meliputi seluruh isi negara yang meliputi seluruh kekayaan alamnya, bumi dengan segala kandungannya, maupun segala yang bergerak di atasnya adalah milik raja. Dengan demikian, harta milik rakyat pun jika diinginkan oleh sang raja, tak dapat seorang pun menolaknya. Sampai-sampai jika seseorang mempunyai seorang anak gadis yang berparas cantik jika diminta sang Raja atau Punggawanya (yang notabene adalah para kroni yang menanam dalam sistem Feodal) harus rela untuk dijadikan selir yang kesekian puluh (istri simpanan pemuas birahi). Seluas apapun dan sebanyak apapun kekayaan sang Raja, tak akan pernah terpuaskan nafsu serakah dan nafsu birahi seorang Feodal.
Ada setidaknya empat komponen utama yang membentuk sistem feodal yaitu :
a)      Lord adalah pemilik tanah, biasanya seorang bangsawan dari keluarga raja atau kalangan agamawan (uskup, biarawan)
b)      Vassal atau Knights adalah adalah kaum bangsawan yang memberikan jasa (umumnya dalam bentuk dukungan militer) kepada Lord dengan imbalan berupa tanah yang disewakan
c)      Fief adalah tanah yang disewakan berupa lahan-lahan pertanian
d)     Serf atau penggarap tanah ialah petani yang mengerjakan lahan pertanian dengan status setengah budak.
Dari berbagai sudut pengertian tentang foedalisme dapat disimpulkan bahwa yang menjadi inti pembahasan dari feodalisme adalah tanah, dimana manusia itu hidup. Tanah memegang peranan penting pada zaman feodal, karena seseorang dikatakan memiliki kekuasaan bila orang tersebut memiliki modal utama berupa tanah yang kemudian berkembang menjadi wilayah. Sejarah feodalisme adalah sejarah peradaban manusia itu sendiri, dimana manusia dari awalnya sudah haus akan kekuasaan dan kedudukan.

2.     Perkembangan Paham Feodal
Istilah feodalisme sendiri dipakai sejak abad ke-17 dan oleh pelakunya sendiri tidak pernah dipakai. Semenjak tahun 1960-an, para sejarawan memperluas penggunaan istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan sosial para pekerja lahan di lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul istilah "masyarakat feodal". Karena penggunaan istilah feodalisme semakin lama semakin berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa kualifikasi yang jelas.
Pada awal kelahirannya, feodalisme ditopang oleh kedudukan militer yang kuat. Lalu sistem feodal ini termenjadi transformasi menuju sistem kerajaan yang melahirkan kelompok bangsawan baru, yang ditopang oleh panglima militer, dan dibantu oleh sekelompok ilmuwan dan agamawan yang memiliki tradisi Romawi. Beberapa abad kemudian, konsentrasi kepemilikan lahan semakin dikuasai oleh segelintir bangsawan saja.
Sistem feodal berkembang pesat di Eropa pada zaman pertengahan (medieval age). Sistem feodal dicirikan oleh lembaga-lembaga kelas bangsawan. Pada sistem feodal, terdapat tiga unsur penting yaitu lord atau tuan tanah, vassal, serta fief. Inti jantung kehidupan feodalisme kuno adalah di desa. Desa menmenjadi tempat berkembangnya unit sosial dan agama. Relasi produksi antara tuan tanah dan para petani yang menggarapnya menciptakan dua jenis bentuk petani, yaitu golongan servus, dan petani merdeka.
Krisis feodalisme mulai terlihat seiring pertumbuhan kota. Pemakaian mata uang semakin memperparah keberadaan feodalisme. Pemakaian mata uang dalam sistem ekonomi feodal termenjadi ketika pasar bahan makanan mulai mengalami kenaikan, dan pajak dari tuan tanah yang dahulu ringan menmenjadi berat. Kondisi inflasi ini menyebabkan para tuan tanah mulai mengalami kerugian. Ketika ekonomi uang mulai diperkenalkan, perlahan-lahan sistem ekonomi yang menopang feodalisme mengalami keruntuhan.
Bentuk feodalisme pada abat pertengahan sudah banyak mengalami perubahan, namun pada hakekatnya ciri-ciri pokoknya masih menonjol, khususnya di daerah pedesaan. Hubungan sosial terjalin dalam hierarki yang berbentuk piramida, susunan hubungan tuan tanah dan bawahan dengan petani pekerja pada lapisan bawah. Dasar sistem ini ialah adanya kontrak yang menentukan pelayanan dan kewajiban pribadi bawahan terhadap atasannya. Telah diketahui umum bahwa sistem ini berfungsi berdasarkanekonomi agraris. Maka, di daerah pedesaan Prancis sistem ini masih berlaku, khususnya terwujud sebagai sistem seigneurial. Seperti dinyatakan di atas, kaum aristokrat dan borjuis dapat didomestikasikan oleh raja, sehingga dapat dikatakan adanya semacam feodalisasi golongan sosial yang dalam konteks lain menjalankan peranan penting dalam proses liberalisasi dari ikatan tradisional  dan feodal.
3.     Perkembangan Di Indoensaia
Paham feodalismejugaberkembang di Indonesia. Feodalismeterlahirdariadanyakerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia.SejarahmembuktikanbahwaHinduismetelahdominan di Nusantara inisebelumdatangnya Islam dankolonialisme, KarenamemangkerajaanHindulah yang tertuaberkuasa di Nusantara ini.Sistem yang melekatdalamkerajaan Hindu adalahsistemfeodalisme.Pengelompokanmanusiasesuaidenganderajatnyatersebut.Feodalisme yang terjadipadazamankerajaan Hindu adalahpembagiankasta,danmenguasai Nusantara sekitar 10 abad  lamanya. Feodalismejugaberkembangpadamasa Islam yaitudalam model adatwakaf.
FeodalismejugaberkembangpadamasakolonialBelanda, walaupunBelandamengembangkansistemkapitalismeperkebunan di Indonesia yaitudengan model “TanamPaksa”, namundalampelaksanaannyatidaklepasdaritatanan yang feodal, denganmenggunakanbantuan orang-orang lokal.
Politik kolonial pada hakekatnya mempertahankan kehidupan sistem feodal di kalangan aristokrasi, tidak lain agar sistem pemerintahan-tak-langsung dapat berlangsung secara efektif mengesploitasi pengaruhnya dikalangan rakyat. Di smping itu tanpa mengubah struktur agraris, karena Undang-Undang Agraria tahun 1870 sudah memadai untuk memberi kesempatan bagi penguasa Belanda dalam menanam modal di Indonesia. Sementara itu di tanah kerajaan, sistem feodal dengan sistem apanagenya baru pada tahun 1918 mengalami reform; juga dengan tujuan yang sama.
Dalam paska revolusi telah dilaksanakan landreform pada tahun 1960untuk meredistribusi milik tanah, namun belum hasil. Menjelang pemilu tahun 1955 orgaisasi politik melakukan ruralisme politik, dan dalam rangka itu PKI melancarkan gerakan ke arah revolusi sosial dengan menghasut petani untuk melawan tuan tanah dan setan desa lainnya. Berbeda dengan pemberontakan petani sebelumnya, gejolak pedesaan 1964-1966 lebih bertujuan merombak stuktur agraris dan langsung menyerang tuan tanah setempat.
Apabila kekuasaan pusat kolonial ditumbangkan oleh Revolusi 1945-1950, sistem feodal masih bercokol di beberapa daerah. Di beberapa daerah terjadi Revolusi sosial, antara lain di Sumatra Utara, Pekalongan dan Tegal (tida daerah), Surakarta dan Salatiga. Gerakan – gerakan rakyat, tanpa atau dengan organisasinya menyerang penguasa setempat, aristrokasi, bangsawan, pamongparaja yang dipandang sebagai golongan konserfativ-reaksioner. Kolaborator dari penguasa penjajah.
Padamasakini, di Indonesia selanjutnyamunculkebudayaan neo-feodalisme.Neo-feodalismeadalahfeodalisme modern.Seperti yang kitaketahuifeodalismeadalahsebuahfahamdimanaadanyapengakuansistemkasta,dalam neo-feodalismesistemkastamasihdipertahankannamunberubah  bentukmenjadipenguasadankaum elite. Di Indonesia neo-feodalismemasihadadanberkembangdalamsistempemerintahandantelahmenjadibudaya yang takbisadipisahkandarikehidupan Negara kita.
4.     Pendapat Tentang Paham Feodalisme
            Pandangan saya tentang pelaksanaan paham feodalisme itu seharusnya tidak perlu diterapkan, karena dengan sistem feodalisme akan menciptakan golongan tuan tanah yang melakukan penyalahgunaan kekuasaannya dengan sewenang-wenang, dengan menindas rakyat, ada pula yang memberontak terhadap pemerintah pusat dan menyatakan diri pemilik mutlak atas tanah yang dipinjamkan kepadanya. Pembatasan dan pengawasan oleh raja dalam indurtri dan perdagangan, sangat memperlambat kewirausahaan serta formasi modal.
            Paham feodalisme yang ada di Indonesia memayoritaskan penguasa saat ini merupakan pihak-pihak yang memiliki kondisi strategis yang memungkinkan untuk berkuasa. Yang menjadi pejabat atau penguasa tentunya juga bukan dari golongan orang yang masih muda, akan tetapi, masyarakat Indonesia masih terbayang bayang oleh pemerintahan yang dipimpin oleh seseorang yang memiliki karisma atau wibawa, dan bukan dari kalangan akdemis yang memiliki kapasitas dan pengalaman lebih daripada sekedar wibawa. Akan tetapi, harapan masyarakat Indonesia tersebut sesungguhnya menjadi boomerang sendiri bagi masyarakat kita.
            Para pemimpin yang dianggap ‘dewasa’ dan mampu menjadi pemimpin kini hanyalah menjadi seorang yang merugikan bawahannya sendiri, akibat dari prinsip yang menganggap bahwa seorang pemimpin merupakan seseorang yang harus dihormati dan kebijakannya merupakan hal yang tidak bisa diganggu gugat, dalam hal ini berarti kepemimpinan yang dianut pada masyarakat kita merupakan kepemimpinan otoriter. Akibatnya pun dapat kita rasakan, tidak sedikit para pejabat pejabat kita yang bertindak melewati batas, seperti melakukan suap atau korupsi, yang sekarang ini sedang hangat hangatnya diperbincangkan.
            Di samping itu, tradisi memberikan upeti pada penguasa juga masih dilegalkan pada saat ini. Misal, ketika kita ingin dimudahkan menjalani sebuah proses administrasi di salah satu lembaga pemerintah kita harus memberikan uang ‘pelicin’ agar proses tersebut dapat segera terselesaikan. Hal tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal menjamurnya budaya korupsi di Indonesia ini. Lebih parahnya lagi, hal-hal semacam ini telah merasuk pada sendi sendi masyarakat kita termasuk pada lingkungan akademis kita. Lantas masih dapatkah kita berkata bahwa budaya korupsi di negeri ini dapat luntur, jika kebiasaan kebiasaan sepele tersebut belumlah hilang dan bahkan menjadi sebuah hal yang dilegalkan. Dan perlu kita sadari, jika budaya suap menyuap telah kita lakukan sejak munculnya masyarakat feodal dan kerajaan di Indonesia.
            Tumbuhnya budaya-budaya suap, tak dapat dipungkiri bahwa kita semakin terjerumus pada masalah yang lebih serius yaitu kapitalisme, yang semakin lama, semakin memperparah kondisi kehidupan di Indonesia. Sehingga dapat kita simpulkan jika tradisi feodal yang selama ini kita pertahankan, telah sedikit banyak menimbulkan pengaruh pengaruh negatif pada masyarakat kita saat ini. Memang tidak salah jika kita melestarikan tradisi dan budaya kita, tetapi, akan lebih baik jika kita selektif terhadap tradisi tradisi yang kita anut, karena di khawatirkan tradisi tersebut akan berdampak negative bagi masyarakat itu sendiri. Selain itu, paham feodal tidak perlu lagi di terapkan di Indonesia karena akan mengahambat perkambangan masyarakat untuk hidup lebih mandiri dan bebas mengembangkan idenya masing-masing.











Agung, Leo. 2013.Sejarah Intelektual.Yogyakata: Ombak.
Lombard, Denys. 1999. Panggung Sejarah. Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.
Yasir,Muhammad. 2014. FeodalSejarahFeodalisme,Kapitalisme,DanPerkembangannya.htm(diakses tanggal 20 September 2014)
Kusen, Albert WS. 2010. Neo Feodalisme. Tersedia di : http://NEO-FEODALISME DAN IMPLIKASINYA (diakses tanggal 20 September 2014)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda