Paham Feodalisme
Paham Feodalisme
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Intelektual
Dosen Pengampu Dr. Suranto M.Pd
Tugas
Individu
Oleh:
EUIS
SUNDANI
120210302050
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
UNIVERSITAS JEMBER
2014
1.
Konsep dasar paham feodalisme
Feodalisme
merupakan sebuah paham. Istilah feodalisme berasal dari bahasa Frankis
(Perancis kuno) yang berbunyi fehu-ôd, feod, feud, dan yang berarti pinjaman,
terutamalah tanah yang dipinjamkan, dan itupun untuk suatu maksud politik.
Lawan kata itu adalah all- ôd atau milik sendiri. Sedangkan, istilah “feudal”
(dalam konteks Eropa) yang berasal dari kata Latin “feudum” yang sama artinya
dengan fief, ialah sebidang tanah yang diberikan untuk sementara kepada seorang
vassal (penguasa bawahan atau pemimpin militer) sebagai imbalan atas pelayanan
yang diberikan kepada penguasa (lord) sebagai pemilik tanah tersebut. Dalam hal
ini foedalisme berarti penguasaan hal
–hal yang berkaitan dengan masalah kepemilikan tanah ,khususnya yang terjadi di
Eropa Abad Pertengahan.
Pada abad petengahan di Eropa yakni
yang dimulai dengan runtuhnya Romawi dan berakhir pada masa renaisanse abad
ke-14, sekitar abad ke-3, Romawi pecah menjadi dua wilayah yakni Romawi barat
dan Romawi Timur, waktu-waktu tersebut merupakan permulaan munculnya
perekonomian yang biasanya kita sebut sistem feodalisme.
Dalam konsep dasar foedal dikatakan bahwa seluruh tanah kerajaan
beserta isinya itu berasal dari raja.Raja sebagai pemilik tanah-tanah luas yang
terbentang di wilayah kerajaannya.
Pengertian
yang lain dijelaskan bahwa feodalisme adalah sebuah sistem pemerintahan dimana
seorang pemimpin, yang biasanya seorang bangsawan, memiliki anak buah banyak
yang juga masih dari kalangan bangsawan juga tetapi lebih rendah dan biasa
disebut vasal. Para vasal ini wajib membayar upeti kepada tuan mereka.
Sedangkan para vasal pada gilirannya ini juga mempunyai anak buah dan abdi-abdi
mereka sendiri yang memberi mereka upeti. Dengan begitu muncul struktur
hierarkis berbentuk piramida. Masyarakat feodal menggantungkan hidupnya dari
hasil pertanian, karena itu tanah menjadi faktor produksi utama dan jadilah
pemilik tanah sebagai pihak yang berkuasa dan menempati lapisan atas struktur
masyarakat atas dukungan petani lapisan terbawah. Di lapisan tengah terdapat
pegawai kaum feodal dan pedagang.
Paham feodal yang
menganggap kekuasaan absolut berada di tangan Raja Diraja yang berkoalisi
dengan kroni-kroni bawahannya. Kekuasaan absolut terhadap seluruh isi negara
yang meliputi seluruh isi negara yang meliputi seluruh kekayaan alamnya, bumi
dengan segala kandungannya, maupun segala yang bergerak di atasnya adalah milik
raja. Dengan demikian, harta milik rakyat pun jika diinginkan oleh sang raja,
tak dapat seorang pun menolaknya. Sampai-sampai jika seseorang mempunyai
seorang anak gadis yang berparas cantik jika diminta sang Raja atau Punggawanya
(yang notabene adalah para kroni yang menanam dalam sistem Feodal) harus rela
untuk dijadikan selir yang kesekian puluh (istri simpanan pemuas birahi).
Seluas apapun dan sebanyak apapun kekayaan sang Raja, tak akan pernah
terpuaskan nafsu serakah dan nafsu birahi seorang Feodal.
Ada setidaknya empat komponen utama
yang membentuk sistem feodal yaitu :
a)
Lord adalah
pemilik tanah, biasanya seorang bangsawan dari keluarga raja atau kalangan
agamawan (uskup, biarawan)
b)
Vassal atau
Knights adalah adalah kaum bangsawan yang memberikan jasa (umumnya dalam bentuk
dukungan militer) kepada Lord dengan imbalan berupa tanah yang disewakan
c)
Fief adalah
tanah yang disewakan berupa lahan-lahan pertanian
d)
Serf atau
penggarap tanah ialah petani yang mengerjakan lahan pertanian dengan status
setengah budak.
Dari berbagai sudut
pengertian tentang foedalisme dapat disimpulkan bahwa yang menjadi inti
pembahasan dari feodalisme adalah tanah, dimana manusia itu hidup. Tanah
memegang peranan penting pada zaman feodal, karena seseorang dikatakan memiliki
kekuasaan bila orang tersebut memiliki modal utama berupa tanah yang kemudian
berkembang menjadi wilayah. Sejarah feodalisme adalah sejarah peradaban manusia
itu sendiri, dimana manusia dari awalnya sudah haus akan kekuasaan dan
kedudukan.
2.
Perkembangan Paham Feodal
Istilah
feodalisme sendiri dipakai sejak abad ke-17 dan oleh pelakunya sendiri tidak
pernah dipakai. Semenjak tahun 1960-an, para sejarawan memperluas penggunaan
istilah ini dengan memasukkan pula aspek kehidupan sosial para pekerja lahan di
lahan yang dikuasai oleh tuan tanah, sehingga muncul istilah "masyarakat
feodal". Karena penggunaan istilah feodalisme semakin lama semakin
berkonotasi negatif, oleh para pengkritiknya istilah ini sekarang dianggap
tidak membantu memperjelas keadaan dan dianjurkan untuk tidak dipakai tanpa
kualifikasi yang jelas.
Pada
awal kelahirannya, feodalisme ditopang oleh kedudukan militer yang kuat. Lalu
sistem feodal ini termenjadi transformasi menuju sistem kerajaan yang
melahirkan kelompok bangsawan baru, yang ditopang oleh panglima militer, dan
dibantu oleh sekelompok ilmuwan dan agamawan yang memiliki tradisi Romawi.
Beberapa abad kemudian, konsentrasi kepemilikan lahan semakin dikuasai oleh
segelintir bangsawan saja.
Sistem
feodal berkembang pesat di Eropa pada zaman pertengahan (medieval age). Sistem
feodal dicirikan oleh lembaga-lembaga kelas bangsawan. Pada sistem feodal,
terdapat tiga unsur penting yaitu lord atau tuan tanah, vassal, serta fief.
Inti jantung kehidupan feodalisme kuno adalah di desa. Desa menmenjadi tempat
berkembangnya unit sosial dan agama. Relasi produksi antara tuan tanah dan para
petani yang menggarapnya menciptakan dua jenis bentuk petani, yaitu golongan
servus, dan petani merdeka.
Krisis
feodalisme mulai terlihat seiring pertumbuhan kota. Pemakaian mata uang semakin
memperparah keberadaan feodalisme. Pemakaian mata uang dalam sistem ekonomi
feodal termenjadi ketika pasar bahan makanan mulai mengalami kenaikan, dan
pajak dari tuan tanah yang dahulu ringan menmenjadi berat. Kondisi inflasi ini
menyebabkan para tuan tanah mulai mengalami kerugian. Ketika ekonomi uang mulai
diperkenalkan, perlahan-lahan sistem ekonomi yang menopang feodalisme mengalami
keruntuhan.
Bentuk
feodalisme pada abat pertengahan sudah banyak mengalami perubahan, namun pada
hakekatnya ciri-ciri pokoknya masih menonjol, khususnya di daerah pedesaan.
Hubungan sosial terjalin dalam hierarki yang berbentuk piramida, susunan
hubungan tuan tanah dan bawahan dengan petani pekerja pada lapisan bawah. Dasar
sistem ini ialah adanya kontrak yang menentukan pelayanan dan kewajiban pribadi
bawahan terhadap atasannya. Telah diketahui umum bahwa sistem ini berfungsi
berdasarkanekonomi agraris. Maka, di daerah pedesaan Prancis sistem ini masih
berlaku, khususnya terwujud sebagai sistem seigneurial. Seperti dinyatakan di
atas, kaum aristokrat dan borjuis dapat didomestikasikan oleh raja, sehingga
dapat dikatakan adanya semacam feodalisasi golongan sosial yang dalam konteks
lain menjalankan peranan penting dalam proses liberalisasi dari ikatan
tradisional dan feodal.
3.
Perkembangan Di Indoensaia
Paham feodalismejugaberkembang
di Indonesia. Feodalismeterlahirdariadanyakerajaan-kerajaan Hindu di
Indonesia.SejarahmembuktikanbahwaHinduismetelahdominan di Nusantara
inisebelumdatangnya Islam dankolonialisme, KarenamemangkerajaanHindulah yang
tertuaberkuasa di Nusantara ini.Sistem yang melekatdalamkerajaan Hindu
adalahsistemfeodalisme.Pengelompokanmanusiasesuaidenganderajatnyatersebut.Feodalisme
yang terjadipadazamankerajaan Hindu adalahpembagiankasta,danmenguasai Nusantara
sekitar 10 abad lamanya. Feodalismejugaberkembangpadamasa
Islam yaitudalam model adatwakaf.
FeodalismejugaberkembangpadamasakolonialBelanda,
walaupunBelandamengembangkansistemkapitalismeperkebunan di Indonesia
yaitudengan model “TanamPaksa”, namundalampelaksanaannyatidaklepasdaritatanan
yang feodal, denganmenggunakanbantuan orang-orang lokal.
Politik
kolonial pada hakekatnya mempertahankan kehidupan sistem feodal di kalangan
aristokrasi, tidak lain agar sistem pemerintahan-tak-langsung dapat berlangsung
secara efektif mengesploitasi pengaruhnya dikalangan rakyat. Di smping itu
tanpa mengubah struktur agraris, karena Undang-Undang Agraria tahun 1870 sudah
memadai untuk memberi kesempatan bagi penguasa Belanda dalam menanam modal di
Indonesia. Sementara itu di tanah kerajaan, sistem feodal dengan sistem
apanagenya baru pada tahun 1918 mengalami reform; juga dengan tujuan yang sama.
Dalam paska
revolusi telah dilaksanakan landreform pada tahun 1960untuk meredistribusi
milik tanah, namun belum hasil. Menjelang pemilu tahun 1955 orgaisasi politik melakukan
ruralisme politik, dan dalam rangka itu PKI melancarkan gerakan ke arah
revolusi sosial dengan menghasut petani untuk melawan tuan tanah dan setan desa
lainnya. Berbeda dengan pemberontakan petani sebelumnya, gejolak pedesaan
1964-1966 lebih bertujuan merombak stuktur agraris dan langsung menyerang tuan
tanah setempat.
Apabila
kekuasaan pusat kolonial ditumbangkan oleh Revolusi 1945-1950, sistem feodal
masih bercokol di beberapa daerah. Di beberapa daerah terjadi Revolusi sosial,
antara lain di Sumatra Utara, Pekalongan dan Tegal (tida daerah), Surakarta dan
Salatiga. Gerakan – gerakan rakyat, tanpa atau dengan organisasinya menyerang
penguasa setempat, aristrokasi, bangsawan, pamongparaja yang dipandang sebagai
golongan konserfativ-reaksioner. Kolaborator dari penguasa penjajah.
Padamasakini,
di Indonesia selanjutnyamunculkebudayaan
neo-feodalisme.Neo-feodalismeadalahfeodalisme modern.Seperti yang
kitaketahuifeodalismeadalahsebuahfahamdimanaadanyapengakuansistemkasta,dalam
neo-feodalismesistemkastamasihdipertahankannamunberubah
bentukmenjadipenguasadankaum elite. Di Indonesia
neo-feodalismemasihadadanberkembangdalamsistempemerintahandantelahmenjadibudaya
yang takbisadipisahkandarikehidupan Negara kita.
4.
Pendapat Tentang Paham Feodalisme
Pandangan saya tentang pelaksanaan
paham feodalisme itu seharusnya tidak perlu diterapkan, karena dengan sistem
feodalisme akan menciptakan golongan tuan tanah yang melakukan penyalahgunaan
kekuasaannya dengan sewenang-wenang, dengan menindas rakyat, ada pula yang
memberontak terhadap pemerintah pusat dan menyatakan diri pemilik mutlak atas
tanah yang dipinjamkan kepadanya. Pembatasan dan pengawasan oleh raja dalam
indurtri dan perdagangan, sangat memperlambat kewirausahaan serta formasi
modal.
Paham feodalisme yang ada di
Indonesia memayoritaskan penguasa saat ini merupakan pihak-pihak yang memiliki
kondisi strategis yang memungkinkan untuk berkuasa. Yang menjadi pejabat atau
penguasa tentunya juga bukan dari golongan orang yang masih muda, akan tetapi,
masyarakat Indonesia masih terbayang bayang oleh pemerintahan yang dipimpin
oleh seseorang yang memiliki karisma atau wibawa, dan bukan dari kalangan
akdemis yang memiliki kapasitas dan pengalaman lebih daripada sekedar wibawa.
Akan tetapi, harapan masyarakat Indonesia tersebut sesungguhnya menjadi
boomerang sendiri bagi masyarakat kita.
Para pemimpin yang dianggap ‘dewasa’
dan mampu menjadi pemimpin kini hanyalah menjadi seorang yang merugikan
bawahannya sendiri, akibat dari prinsip yang menganggap bahwa seorang pemimpin
merupakan seseorang yang harus dihormati dan kebijakannya merupakan hal yang
tidak bisa diganggu gugat, dalam hal ini berarti kepemimpinan yang dianut pada
masyarakat kita merupakan kepemimpinan otoriter. Akibatnya pun dapat kita
rasakan, tidak sedikit para pejabat pejabat kita yang bertindak melewati batas,
seperti melakukan suap atau korupsi, yang sekarang ini sedang hangat hangatnya
diperbincangkan.
Di samping itu, tradisi memberikan
upeti pada penguasa juga masih dilegalkan pada saat ini. Misal, ketika kita
ingin dimudahkan menjalani sebuah proses administrasi di salah satu lembaga
pemerintah kita harus memberikan uang ‘pelicin’ agar proses tersebut dapat
segera terselesaikan. Hal tersebut yang kemudian menjadi cikal bakal
menjamurnya budaya korupsi di Indonesia ini. Lebih parahnya lagi, hal-hal
semacam ini telah merasuk pada sendi sendi masyarakat kita termasuk pada
lingkungan akademis kita. Lantas masih dapatkah kita berkata bahwa budaya
korupsi di negeri ini dapat luntur, jika kebiasaan kebiasaan sepele tersebut
belumlah hilang dan bahkan menjadi sebuah hal yang dilegalkan. Dan perlu kita
sadari, jika budaya suap menyuap telah kita lakukan sejak munculnya masyarakat
feodal dan kerajaan di Indonesia.
Tumbuhnya budaya-budaya suap, tak
dapat dipungkiri bahwa kita semakin terjerumus pada masalah yang lebih serius
yaitu kapitalisme, yang semakin lama, semakin memperparah kondisi kehidupan di
Indonesia. Sehingga dapat kita simpulkan jika tradisi feodal yang selama ini
kita pertahankan, telah sedikit banyak menimbulkan pengaruh pengaruh negatif
pada masyarakat kita saat ini. Memang tidak salah jika kita melestarikan
tradisi dan budaya kita, tetapi, akan lebih baik jika kita selektif terhadap
tradisi tradisi yang kita anut, karena di khawatirkan tradisi tersebut akan
berdampak negative bagi masyarakat itu sendiri. Selain itu, paham feodal tidak
perlu lagi di terapkan di Indonesia karena akan mengahambat perkambangan
masyarakat untuk hidup lebih mandiri dan bebas mengembangkan idenya
masing-masing.
Agung,
Leo. 2013.Sejarah Intelektual.Yogyakata:
Ombak.
Lombard,
Denys. 1999. Panggung Sejarah.
Jakarta ; Yayasan Obor Indonesia.
Yasir,Muhammad.
2014. FeodalSejarahFeodalisme,Kapitalisme,DanPerkembangannya.htm(diakses
tanggal 20 September 2014)
Kusen,
Albert WS. 2010. Neo Feodalisme.
Tersedia di : http://NEO-FEODALISME
DAN IMPLIKASINYA (diakses tanggal 20
September 2014)
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda