PEMILIHAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK PEMBELAJARAN SEJARAH
PEMILIHAN
MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED
LEARNING UNTUK PEMBELAJARAN SEJARAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar
Mengajar
Dosen Pengampu Dr. Suranto M.Pd
Tugas
Individu
Oleh:
EUIS
SUNDANI
120210302050
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
SEJARAH
UNIVERSITAS JEMBER
2014
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
(PROBLEM BASED LEARNING)
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam kurikulum
2013, dirancang agar peserta didik dapat menemukan masalah-masalah yang
menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir
dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim.
Proses pembelajarannya menggunakan pendekatanyang sistemik untuk memecahkan
masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari.
A. Konsep/Definisi
Definisi
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan
pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta
didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah,
peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real
world).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran
yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara
berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang
diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada
pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum
peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang
harus dipecahkan. Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya
pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan
masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta
didik dalam pencapaian materi pembelajaran.
Berikut ini lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis
masalah (PBL).
1.
Permasalahan
sebagai kajian.
2.
Permasalahan
sebagai penjajakan pemahaman.
3.
Permasalahan
sebagai contoh.
4.
Permasalahan
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.
5.
Permasalahan
sebagai stimulus aktivitas autentik.
Pendekatan PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut ini.
a.
Kurikulum
: PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional, karena memerlukan suatu strategi
sasaran di mana proyek sebagai pusat.
b.
Responsibility
: PBL menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan
panutannya.
c.
Realisme
: kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang
sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap
profesional.
d.
Active-learning
: menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik
untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses
pembelajaran yang mandiri.
e.
Umpan
Balik : diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik
menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran
berdasarkan pengalaman.
f.
Keterampilan
Umum : PBL dikembangkan tidak hanya pada ketrampilan pokok dan pengetahuan
saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar
seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management.
g.
Driving
Questions : PBL difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta
didik untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan
yang sesuai.
h.
Constructive
Investigations : sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan
para peserta didik.
i.
Autonomy
: proyek menjadikan aktifitas peserta didik sangat penting.
B. Alasan Memilih Model Pembelajaran Discovery Learning
Model pembelajaran Problem
Based Learning saya pilih sebagai model
pembelajaran untuk Pelajaran Sejarah. Karena, menurut saya model pembelajaran
ini dirasa sangat cocok di terapkan dalam pembelajaran sejarah. Model pembelajaran
ini dapat membuat peserta didik menemukan pengetahuannya sendiri. Dengan mereka
dapat menemukan pengetahuannya sendiri, dimungkinkan mereka untuk dapat pula
menfisualisasikan peristiwa sejarah yang mereka melajari melalui pemecahan
masalah yang dilakukan siswa-siswi sendiri.
Menfisualisasikan peristiwa sejarah pada peserta didik
penting dilakukan. Karena dengan guru dapat menfisualisasikan peristiwa peserta
didik membuat peserta didik dapat merasakan malihat dan mendengan langsung
peristiwa sejarah itu dan peserata didik akan dapat lebih mengingat apa yang
terlh disampaikan oleh guru tersebut.
Selain dapat menfisualisasikan peristiwa sejarah,
peserta didik juga dapat mengerti nilai-nilai positif yang terkandung dalam
peristiwa sejarah. Dengan mengerti nili-nilai yang ada dalam peristiwa sejarah
yang dibahas diharapkan peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai positif yang
telah diterimanya.
C.
Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses
Pembelajaran
Pembelajaran suatu
materi pelajaran dengan menggunakan PBL sebagai basis model dilaksanakan dengan
cara mengikuti lima langkah PBL dengan bobot atau kedalaman setiap langkahnya
disesuaikan dengan mata pelajaran yang bersangkutan.
1)
Konsep Dasar (Basic Concept)
Pada tahapan awal ini bila dipandang perlu, fasilitator
ataub guru dapat memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan
skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan
agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan
mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran. Lebih
jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan peserta didik memperoleh kunci utama
materi pembelajaran, sehingga tidak ada kemungkinan terlewatkan oleh peserta
didik seperti yang dapat terjadi jika peserta didik mempelajari secara mandiri.
Konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan dalam bentuk garis besar
saja, sehingga peserta didik dapat mengembangkannya secara mandiri secara
mendalam. Seperti dalam Pembelajaran Sejarah guru dapat memberikan sedikit
penjelasan tentang kedatangan bangsa Barat ke Nusantara dan tujuan utamanya.
2)
Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
Pada langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau
permasalahan dan dalam kelompoknya, peserta didik melakukan berbagai kegiatan.
Pertama, brainstorming yang dilaksanakan dengan cara semua anggota
kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara
bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Setiap
anggota kelompok memiliki hak yang sama dalam memberikan dan menyampaikan ide
dalam diskusi serta mendokumentasikan secara tertulis pendapat masing-masing
dalam kertas kerja. Selain itu, setiap kelompok harus mencari istilah yang
kurang dikenal dalam scenario tersebut dan berusaha mendiskusikan maksud dan
artinya. Jika ada peserta didik yang mengetahui artinya, segera menjelaskan
kepada teman yang lain. Jika ada bagian yang belum dapat dipecahkan dalam
kelompok tersebut, ditulis dalam permasalahan kelompok. Selanjutnya, jika ada
bagian yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis sebagai isu
dalam permasalahan kelompok.
Kedua, melakukan seleksi alternatif untuk memilih
pendapat yang lebih fokus. Ketiga, menentukan permasalahan dan melakukan
pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu
permasalahan yang didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil
peserta didik. Jika tujuan yang diinginkan oleh fasilitator belum disinggung
oleh peserta didik, fasilitator mengusulkannya dengan memberikan alasannya.
Pada akhir langkah peserta didik diharapkan memiliki gambaran yang jelas
tentang apa saja yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui, dan pengetahuan
apa saja yang diperlukan untuk menjembataninya. Untuk memastikan setiap peserta
didik mengikuti langkah ini, maka pendefinisian masalah dilakukan dengan mengikuti
petunjuk.
3)
Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing peserta
didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang
diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang
tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang
relevan.
Tahap investigasi
memiliki dua tujuan utama, yaitu:
Ø agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan
pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas,
dan
Ø informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu
dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
Di luar pertemuan dengan fasilitator, peserta didik
bebas untuk mengadakan pertemuan dan melakukan berbagai kegiatan. Dalam
pertemuan tersebut peserta didik akan saling bertukar informasi yang telah
dikumpulkannya dan pengetahuan yang telah mereka bangun. Peserta didik juga
harus mengorganisasi informasi yang didiskusikan, sehingga anggota kelompok
lain dapat memahami relevansi terhadap permasalahan yang dihadapi.
4)
Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman
materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan
berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi
capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok.
Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan carapeserta
didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya. Tiap kelompok menentukan
ketua diskusi dan tiap peserta didik menyampaikan hasil pembelajaran mandiri
dengan cara mengintegrasikan hasil pembelajaran mandiri untuk mendapatkan
kesimpulan kelompok. Langkah selanjutnya presentasi hasil dalam pleno (kelas
besar) dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan
dokumentasi akhir. Untuk memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini
maka dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
5)
Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek
pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude).
Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan
pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah
semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan. Penilaian terhadap kecakapan dapat
diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware,
maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan
pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam
diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran.
Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran
yang bersangkutan.
D.
Tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini
adalah:
1)
Keterampilan
berpikir dan keterampilan memecahkan masalah.
Pembelajaran berbasis
masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2)
Pemodelan
peranan orang dewasa.
Bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap
antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis
yang dijumpai di luar sekolah.
Berikut ini aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat
dikembangkan.
Ø PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.
Ø PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan
dialog dengan yang lain sehingga peserta didik secara bertahap dapat memi peran
yang diamati tersebut.
Ø PBL melibatkan peserta didik dalam penyelidikan pilihan sendiri,
yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia
nyata dan membangun femannya tentang fenomena itu.
3)
Belajar
Pengarahan Sendiri (self directed learning)
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta
didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana
informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan guru.
Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil
Pembelajaran
Kelebihan Menggunakan PBL
Ø Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta
didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan
menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan
yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika
peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan.
Ø Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan
ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
Ø PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan
inisiatif peserta didik didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar,
dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Metoda ini memiliki kecocokan terhadap konsep inovasi pendidikan
bidang keteknikan, terutama dalam hal sebagai berikut :
Ø Peserta didik memperoleh pengetahuan dasar (basic sciences) yang
berguna untuk memecahkan masalah bidang keteknikan yang dijumpainya;
Ø Peserta didik belajar secara aktif dan mandiri dengan sajian materi
terintegrasi dan relevan dengan kenyataan sebenarnya, yang sering disebut
student-centered;
Ø Peserta didik mampu berpikir kritis, dan mengembangkan inisiatif.
DAFTAR PUSTAKA
2014. Materi
Pelatiahn Guru Implementasi Kurikulum 2013 tahun 2014 mata pelajaran sejarah
untuk guru. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan;Jakarta
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda