Kamis, 18 Desember 2014

PEMILIHAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK PEMBELAJARAN SEJARAH




PEMILIHAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK PEMBELAJARAN SEJARAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampu Dr. Suranto M.Pd


Tugas Individu


Oleh:
EUIS SUNDANI
120210302050



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
UNIVERSITAS JEMBER
2014
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
(PROBLEM BASED LEARNING)
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam kurikulum 2013, dirancang agar peserta didik dapat menemukan masalah-masalah yang menuntut peserta didik mendapat pengetahuan penting, yang membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki model belajar sendiri serta  memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Proses pembelajarannya menggunakan pendekatanyang sistemik untuk memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
A. Konsep/Definisi
Definisi
Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu metode pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan. Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran.
Berikut ini lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL).
1.      Permasalahan sebagai kajian.
2.      Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman.
3.      Permasalahan sebagai contoh.
4.      Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.
5.      Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik.
Pendekatan PBL mengacu pada hal-hal sebagai berikut ini.
a.       Kurikulum : PBL tidak seperti pada kurikulum tradisional, karena memerlukan suatu strategi sasaran di mana proyek sebagai pusat.
b.      Responsibility : PBL menekankan responsibility dan answerability para peserta didik ke diri dan panutannya.
c.       Realisme : kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa dengan situasi yang sebenarnya. Aktifitas ini mengintegrasikan tugas otentik dan menghasilkan sikap profesional.
d.      Active-learning : menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan keinginan peserta didik untuk menemukan jawaban yang relevan, sehingga dengan demikian telah terjadi proses pembelajaran yang mandiri.
e.       Umpan Balik : diskusi, presentasi, dan evaluasi terhadap para peserta didik menghasilkan umpan balik yang berharga. Ini mendorong kearah pembelajaran berdasarkan pengalaman.
f.       Keterampilan Umum : PBL dikembangkan tidak hanya pada ketrampilan pokok dan pengetahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar pada keterampilan yang mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan self-management.
g.      Driving Questions : PBL difokuskan pada pertanyaan atau permasalahan yang memicu peserta didik untuk berbuat menyelesaikan permasalahan dengan konsep, prinsip dan ilmu pengetahuan yang sesuai.
h.      Constructive Investigations : sebagai titik pusat, proyek harus disesuaikan dengan pengetahuan para peserta didik.
i.        Autonomy : proyek menjadikan aktifitas peserta didik sangat penting.

B.     Alasan Memilih Model Pembelajaran Discovery Learning

Model pembelajaran Problem Based Learning saya pilih sebagai model pembelajaran untuk Pelajaran Sejarah. Karena, menurut saya model pembelajaran ini dirasa sangat cocok di terapkan dalam pembelajaran sejarah. Model pembelajaran ini dapat membuat peserta didik menemukan pengetahuannya sendiri. Dengan mereka dapat menemukan pengetahuannya sendiri, dimungkinkan mereka untuk dapat pula menfisualisasikan peristiwa sejarah yang mereka melajari melalui pemecahan masalah yang dilakukan siswa-siswi sendiri.
Menfisualisasikan peristiwa sejarah pada peserta didik penting dilakukan. Karena dengan guru dapat menfisualisasikan peristiwa peserta didik membuat peserta didik dapat merasakan malihat dan mendengan langsung peristiwa sejarah itu dan peserata didik akan dapat lebih mengingat apa yang terlh disampaikan oleh guru tersebut.
Selain dapat menfisualisasikan peristiwa sejarah, peserta didik juga dapat mengerti nilai-nilai positif yang terkandung dalam peristiwa sejarah. Dengan mengerti nili-nilai yang ada dalam peristiwa sejarah yang dibahas diharapkan peserta didik dapat menerapkan nilai-nilai positif yang telah diterimanya.
C.       Langkah-langkah Operasional Implementasi dalam Proses Pembelajaran
Pembelajaran suatu materi pelajaran dengan menggunakan PBL sebagai basis model dilaksanakan dengan cara mengikuti lima langkah PBL dengan bobot atau kedalaman setiap langkahnya disesuaikan dengan mata pelajaran yang bersangkutan.
1)      Konsep Dasar (Basic Concept)
Pada tahapan awal ini bila dipandang perlu, fasilitator ataub guru dapat memberikan konsep dasar, petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam pembelajaran tersebut. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik lebih cepat masuk dalam atmosfer pembelajaran dan mendapatkan ‘peta’ yang akurat tentang arah dan tujuan pembelajaran. Lebih jauh, hal ini diperlukan untuk memastikan peserta didik memperoleh kunci utama materi pembelajaran, sehingga tidak ada kemungkinan terlewatkan oleh peserta didik seperti yang dapat terjadi jika peserta didik mempelajari secara mandiri. Konsep yang diberikan tidak perlu detail, diutamakan dalam bentuk garis besar saja, sehingga peserta didik dapat mengembangkannya secara mandiri secara mendalam. Seperti dalam Pembelajaran Sejarah guru dapat memberikan sedikit penjelasan tentang kedatangan bangsa Barat ke Nusantara dan tujuan utamanya.
2)      Pendefinisian Masalah (Defining the Problem)
Pada langkah ini fasilitator menyampaikan skenario atau permasalahan dan dalam kelompoknya, peserta didik melakukan berbagai kegiatan. Pertama, brainstorming yang dilaksanakan dengan cara semua anggota kelompok mengungkapkan pendapat, ide, dan tanggapan terhadap skenario secara bebas, sehingga dimungkinkan muncul berbagai macam alternatif pendapat. Setiap anggota kelompok memiliki hak yang sama dalam memberikan dan menyampaikan ide dalam diskusi serta mendokumentasikan secara tertulis pendapat masing-masing dalam kertas kerja. Selain itu, setiap kelompok harus mencari istilah yang kurang dikenal dalam scenario tersebut dan berusaha mendiskusikan maksud dan artinya. Jika ada peserta didik yang mengetahui artinya, segera menjelaskan kepada teman yang lain. Jika ada bagian yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis dalam permasalahan kelompok. Selanjutnya, jika ada bagian yang belum dapat dipecahkan dalam kelompok tersebut, ditulis sebagai isu dalam permasalahan kelompok.
Kedua, melakukan seleksi alternatif untuk memilih pendapat yang lebih fokus. Ketiga, menentukan permasalahan dan melakukan pembagian tugas dalam kelompok untuk mencari referensi penyelesaian dari isu permasalahan yang didapat. Fasilitator memvalidasi pilihan-pilihan yang diambil peserta didik. Jika tujuan yang diinginkan oleh fasilitator belum disinggung oleh peserta didik, fasilitator mengusulkannya dengan memberikan alasannya. Pada akhir langkah peserta didik diharapkan memiliki gambaran yang jelas tentang apa saja yang mereka ketahui, apa saja yang mereka tidak ketahui, dan pengetahuan apa saja yang diperlukan untuk menjembataninya. Untuk memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini, maka pendefinisian masalah dilakukan dengan mengikuti petunjuk.
3)      Pembelajaran Mandiri (Self Learning)
Setelah mengetahui tugasnya, masing-masing peserta didik mencari berbagai sumber yang dapat memperjelas isu yang sedang diinvestigasi. Sumber yang dimaksud dapat dalam bentuk artikel tertulis yang tersimpan di perpustakaan, halaman web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan.
Tahap investigasi memiliki dua tujuan utama, yaitu:
Ø  agar peserta didik mencari informasi dan mengembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang telah didiskusikan di kelas, dan
Ø  informasi dikumpulkan dengan satu tujuan yaitu dipresentasikan di kelas dan informasi tersebut haruslah relevan dan dapat dipahami.
Di luar pertemuan dengan fasilitator, peserta didik bebas untuk mengadakan pertemuan dan melakukan berbagai kegiatan. Dalam pertemuan tersebut peserta didik akan saling bertukar informasi yang telah dikumpulkannya dan pengetahuan yang telah mereka bangun. Peserta didik juga harus mengorganisasi informasi yang didiskusikan, sehingga anggota kelompok lain dapat memahami relevansi terhadap permasalahan yang dihadapi.
4)      Pertukaran Pengetahuan (Exchange knowledge)
Setelah mendapatkan sumber untuk keperluan pendalaman materi dalam langkah pembelajaran mandiri, selanjutnya pada pertemuan berikutnya peserta didik berdiskusi dalam kelompoknya untuk mengklarifikasi capaiannya dan merumuskan solusi dari permasalahan kelompok.
Pertukaran pengetahuan ini dapat dilakukan dengan carapeserta didik berkumpul sesuai kelompok dan fasilitatornya. Tiap kelompok menentukan ketua diskusi dan tiap peserta didik menyampaikan hasil pembelajaran mandiri dengan cara mengintegrasikan hasil pembelajaran mandiri untuk mendapatkan kesimpulan kelompok. Langkah selanjutnya presentasi hasil dalam pleno (kelas besar) dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukan kesimpulan akhir, dan dokumentasi akhir. Untuk memastikan setiap peserta didik mengikuti langkah ini maka dilakukan dengan mengikuti petunjuk.

5)      Penilaian (Assessment)
Penilaian dilakukan dengan memadukan tiga aspek pengetahuan (knowledge), kecakapan (skill), dan sikap (attitude). Penilaian terhadap penguasaan pengetahuan yang mencakup seluruh kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan ujian akhir semester (UAS), ujian tengah semester (UTS), kuis, PR, dokumen, dan laporan. Penilaian terhadap kecakapan dapat diukur dari penguasaan alat bantu pembelajaran, baik software, hardware, maupun kemampuan perancangan dan pengujian. Sedangkan penilaian terhadap sikap dititikberatkan pada penguasaan soft skill, yaitu keaktifan dan partisipasi dalam diskusi, kemampuan bekerjasama dalam tim, dan kehadiran dalam pembelajaran. Bobot penilaian untuk ketiga aspek tersebut ditentukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
D.    Tujuan dan hasil dari model pembelajaran berbasis masalah ini adalah:
1)      Keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah.
 Pembelajaran berbasis masalah ini ditujukan untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2)      Pemodelan peranan orang dewasa. 
Bentuk pembelajaran berbasis masalah penting menjembatani gap antara pembelajaran sekolah formal dengan aktivitas mental yang lebih praktis yang dijumpai di luar sekolah.
Berikut ini aktivitas-aktivitas mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan.
Ø  PBL mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas.
Ø  PBL memiliki elemen-elemen magang. Hal ini mendorong pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga peserta didik secara bertahap dapat memi peran yang diamati tersebut.
Ø  PBL melibatkan peserta didik dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun femannya tentang fenomena itu.
3)      Belajar Pengarahan Sendiri (self directed learning)
Pembelajaran berbasis masalah berpusat pada peserta didik. Peserta didik harus dapat menentukan sendiri apa yang harus dipelajari, dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah bimbingan guru.
Fakta Empirik Keberhasilan Pendekatan dalam Proses dan Hasil Pembelajaran
Kelebihan Menggunakan PBL
Ø  Dengan PBL akan terjadi pembelajaran bermakna. Peserta didik/mahapeserta didik yang belajar memecahkan suatu masalah maka mereka akan menerapkan pengetahuan yang dimilikinya atau berusaha mengetahui pengetahuan yang diperlukan. Belajar dapat semakin bermakna dan dapat diperluas ketika peserta didik berhadapan dengan situasi di mana konsep diterapkan.
Ø  Dalam situasi PBL, peserta didik mengintegrasikan pengetahuan dan ketrampilan secara simultan dan mengaplikasikannya dalam konteks yang relevan.
Ø  PBL dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis, menumbuhkan inisiatif peserta didik didik dalam bekerja, motivasi internal untuk belajar, dan dapat mengembangkan hubungan interpersonal dalam bekerja kelompok.
Metoda ini memiliki kecocokan terhadap konsep inovasi pendidikan bidang keteknikan, terutama dalam hal sebagai berikut :
Ø  Peserta didik memperoleh pengetahuan dasar (basic sciences) yang berguna untuk memecahkan masalah bidang keteknikan yang dijumpainya;
Ø  Peserta didik belajar secara aktif dan mandiri dengan sajian materi terintegrasi dan relevan dengan kenyataan sebenarnya, yang sering disebut student-centered;
Ø  Peserta didik mampu berpikir kritis, dan mengembangkan inisiatif.

DAFTAR PUSTAKA

2014.  Materi Pelatiahn Guru Implementasi Kurikulum 2013 tahun 2014 mata pelajaran sejarah untuk guru. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan;Jakarta

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda