Kamis, 18 Desember 2014

Pengembangan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah




Pengembangan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar
Dosen Pengampu Dr. Suranto M.Pd

Tugas Individu


Oleh:
EUIS SUNDANI
120210302050



FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
UNIVERSITAS JEMBER
2014

Prakata


Puji syukur kehadirat Allah Swt. Atas segala rahmat dan karunai-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Pengembangan Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarahyang merupakan salah satu dari komponen nilai tugas individu mata kuliah StrategiBelajarMengajardalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas jember.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.  Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1.      Drs. Suranto M.Pd , selaku Dosen pengampu mata kuliah Strategi Belajar Mengajar yang telah membimbing selama penulis menyelesaikan makalah ini;
2.      Teman-teman yang telah memberi dorongan dan semangat;
3.      Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat.


Jember, Oktober 2014



Penulis


Daftar  Isi





BAB I PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang

Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu, telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini (Patrick, 2000:1).
Dalam proses pembelajaran, nampaknya belum banyak guru yang menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan siswa untuk melakukan proses berpikir kritis. Hal ini terlihat dari kegiatan guru dan siswa pada saat kegiatan belajar-mengajar. Guru menjelaskan apa-apa yang telah disiapkan dan memberikan soal latihan yang bersifat rutin dan prosedural. Siswa hanya mencatat atau menyalin dan cenderung menghafal rumus-rumus atau aturan-aturan matematika dengan tanpa makna dan pengertian.
Strategi yang paling sering dilakukan guru untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh kelas, yaitu dari guru ke siswa dan dari siswa ke guru. Berdasarkan kondisi kegiatan pembelajaran tersebut, siswa tidak terlatih berpikir kritis.
Kemampuan berpikir kritis dan kreatif sangat diperlukan mengingat bahwa dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat dan memungkinkan siapa saja bisa memperolah informasi secara cepat dan mudah dengan melimpah dari berbagai sumber dan tempat manapun di dunia. Hal ini mengakibatkan cepatnya perubahan tatanan hidup serta perubahan global dalam kehidupan. Jika tidak dibekali dengan kemampuan berpikir kritis dan kreatif maka tidak akan mampu mengolah menilai dan megambil informasi yang dibutuhkan untuk menghadapi tantangan tersebut. Oleh karena itu kemampuan berpikir kritis dan kreatif adalah merupakan kemampuan yang penting dalam kehidupan.

1.2         Rumusan Masalah

1.      Apa konsep dasar berfikir kritis?
2.      Apa sajakah faktor- faktor yang mempengaruhi berfikir kritis?
3.      Bagaimankah teori bepikir kritis ?
4.      Bagaimanakah cara  mengambangka berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah?

1.3         Tujuan

1.      Untuk mengetahui konsep dasar berfikir kritis.
2.      Untuk mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi berfikir kritis.
3.      Untuk mengetahui bagaimankah teori bepikir kritis.
4.      Untuk mengetahui cara  mengambangka berfikir kritis dalam pembelajaran sejarah.






BAB IIPEMBAHASAN


2.1         Pengertian Berpikir Kritis

Pengertian berpikir, di antaranya para ahli ada yang menganggap berpikir sebagai suatu proses asosiasi saja, ada pula yang memandang berpikir sebagai proses penguatan hubungan antara stimulus dan respons, ada yang mengemukakan bahwa berpikir itu merupakan suatu kegiatan psikis untuk mencari hubungan antara dua objek atau lebih, bahkan ada pula yang mengatakan bahwa berpikir merupakan kegiatan kognitif tingkat tinggi (higher level cohnitive), sering pula dikemukakan bahwa berpikir itu merupakan aktivitas psikis yang intensional.
Berpikir kritis, dari beberapa ahli memiliki pendapatnya sendiri-sendiritentang pengertian berpikir kritis, akan tetapi masing-masing komponen berpikir kritis yang berbeda-beda dari beberapa ahli itu mengandung banyak kesamaan.Krulik dan Rudnik (1993) mendefinisikan berpikir kritis adalah berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah. Termasuk di dalam berpikir kritis adalah mengelompokkan, mengorganisasikan, mengingat dan menganalisis informasi. Berpikir kritis memuat kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi yang diperlukan dengan yang tidak ada hubungan. Hal ini juga berarti dapat menggambarkan kesimpulan dengan sempurna dari data yang diberikan, dapat menentukan ketidakkonsistenan dan kontradiksi di dalam sekelompok data. Berpikir kritis adalah analitis dan refleksif.
Berpikir refleksif mempunyai karakteristik menangguhkan keyakinan dan melihat kembali ketercukupan dari premis-premis yang logis. Seseorang yang berpikir refleksif mempertimbangkan segala alternatif sebelum mengambil keputusan. Oleh karena itu orang yang berpikir refleksif tidak menerima sembarang pendapat, namun tidak berarti selalu menganggap salah terhadap semua pernyataan orang lain. Berpikir refleksif bertujuan pada apakah meyakini atau melakukan sesuatu.
Penelitian pendidikan telah mengidentifikasi beberapa keterampilan yang berhubungan dengan kemampuan berpikir kritis yaitu menemukan analogi dan hubungan lainnya antar informasi, menentukan relevansi dan validitas informasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah, dan menentukan dan mengevaluasi solusi atau cara-cara alternatif penyelesaian (Pott, 1994). menegaskan hal tersebut, menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses berpikir yang bertujuan untuk membuat keputusan yang rasional yang diarahkan untuk memutuskan apakah meyakini atau melakukan sesuatu. Dari definisi Ennis dapat diungkapkan beberapa hal penting. Berpikir kritis difokuskan kedalam pengertian sesuatu yang penuh kesadaran dan mengarah pada sebuah tujuan. Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mempertimbangkan dan mengevaluasi informasi yang pada akhirnya memungkinkan kita untuk membuat keputusan
Berpikir kritis berfokus pada apakah meyakini atau melakukan sesuatu mengandung pengertian bahwa siswa yang berpikir kritis tidak hanya percaya begitu saja apa yang dijelaskan oleh guru. Siswa berusaha mempertimbangkan penalarannya dan mencari informasi lain untuk memperoleh kebenaran. Chanche (Huitt, 1998) seorang ahli psikologi kognitif mendefinisikan berpikir kritis sebagai kemampuan untuk menganalisis fakta, membangkitkan dan mengatur ide, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan, menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah. Menurut Sukmadinata (2004) berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah, menarik keputusan, memberikan keyakinan, menganalisis asumsi, dan pencarian ilmiah.
Berpikir kritis dari Chenche dan Sukmadinata mempunyai kesamaan yaitu proses mental untuk menganalisis, mengevaluasi, dan memecahan masalah. Melalui proses berpikir dengan kritis seseorang dapat memperoleh informasi dengan benar, mengevalusinya dan memproses informasi tersebut sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang terpercaya. Swart dan Perkin (Hassoubah, 2004) menyatakan bahwa berpikir kritis berarti mencari dan menghimpun informasi yang dapat dipercaya untuk dipakai sebagai bukti yang dapat mendukung suatu penilaian. Dengan demikian berpikir kritis sebagian besar terdiri dari mengevaluasi argumen atau informasi dan membuat keputusan yang dapat membantu mengembangkan kepercayaan dan mengambil tindakan serta membuktikan.
Berpikir kritis matematis adalah berpikir kritis pada bidang ilmu matematika. Dengan demikian berpikir matematis adalah proses berpikir kritis yang melibatkan pengetahuan matematika, penalaran matematika dan pembuktian matematika. Berpikir kritis dalam matematika merupakan kemampuan berpikir kritis dalam menyelesaikan masalah matematika. Berdasar pada definisi-definisi berpikir kritis yang dikemukakan para ahli, dalam penelitian ini dikembangkan indikator berpikir kritis matematis yang diklasifikasikan atas lima komponen berpikir kritis, yaitu analisis, evaluasi, pembuktian, pemecahan masalah, dan menemukan analogi.
Menurut Ennis dalam Susilo (2004), ciri-ciri penting siswa yang telah memiliki watak untuk selalu berpikir kritis adalah sebagai berikut.
1.      Mencari pernyataan atau pertanyaan yang jelas artinya atau maksudnya
2.      Mencari dasar atas suatu pernyataan
3.      Berusaha untuk memperoleh informasi terkini
4.      Menggunakan dan menyebutkan sumber yang dapat dipercaya
5.      Mempertimbangkan situasi secara menyeluruh
6.      Berusaha relevan dengan pokok pembicaraan
7.      Berusaha mengingat pertimbangan awal atau dasar
8.      Mencari alternatif-alternatif
9.      Bersikap terbuka
10.  Mengambil posisi (atau mengubah posisi) apabila bukti-bukti dan dasar-dasar sudah cukup baginya untuk menentukan posisinya
11.  Mencari ketepatan seteliti-telitinya
12.  Berurusan dengan bagian-bagian secara berurutan hingga mencapai seluruh keseluruhan yang kompleks
13.  Menggunakan kemampuan atau ketrampilan kritisnya sendiri
14.  Peka terhadap perasaan, tingkat pengetahuan dan tingkat kerumitan berpikir orang lain
15.  Menggunakan kemampuan berpikir kritis orang lain
Ennis (Arief Achmad, 2007) menyebutkan beberapa kriteria yang dapat kita jadikan standar dalam proses berpikir kritis, yaitu:
a.       Clarity (Kejelasan)
Kejelasan merujuk kepada pertanyaan: "Dapatkah permasalahan yang rumit dirinci sampai tuntas?"; "Dapatkah dijelaskan permasalahan itu dengan cara yang lain?"; "Berikanlah ilustrasi dan contoh-contoh!". Kejelasan merupakan pondasi standardisasi. Jika pernyataan tidak jelas, kita tidak dapat membedakan apakah sesuatu itu akurat atau relevan. Apabila terdapat pernyataan yang demikian, maka kita tidak akan dapat berbicara apapun, sebab kita tidak memahami pernyataan tersebut.
b.      Accuracy (keakuratan, ketelitian, kesaksamaan).
Ketelitian atau kesaksamaan sebuah pernyataan dapat ditelusuri melalui pertanyaan: "Apakah pernyataan itu kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan?"; "Bagaimana cara mengecek kebenarannya?"; "Bagaimana menemukan kebenaran tersebut?" Pernyataan dapat saja jelas, tetapi tidak akurat, seperti dalam penyataan berikut, "Pada umumnya anjing berbobot lebih dari 300 pon".
c.       Precision (ketepatan)
Ketepatan mengacu kepada perincian data-data pendukung yang sangat mendetail. Pertanyaan ini dapat dijadikan panduan untuk mengecek ketepatan sebuah pernyataan. "Apakah pernyataan yang diungkapkan sudah sangat terurai?"; "Apakah pernyataan itu telah cukup spesifik?". Sebuah pernyataan dapat saja mempunyai kejelasan dan ketelitian, tetapi tidak tepat, misalnya "Aming sangat berat" (kita tidak mengetahui berapa berat Aming, apakah satu pon atau 500 pon!)
d.      Relevance (relevansi, keterkaitan)
Relevansi bermakna bahwa pernyataan atau jawaban yang dikemukakan berhubungan dengan pertanyaan yang diajukan. Penelusuran keterkaitan dapat diungkap dengan mengajukan pertanyaan berikut: "Bagaimana menghubungkan pernyataan atau respon dengan pertanyaan?"; "Bagaimana hal yang diungkapkan itu menunjang permasalahan?". Permasalahan dapat saja jelas, teliti, dan tepat, tetapi tidak relevan dengan permasalahan. Contohnya: siswa sering berpikir, usaha apa yang harus dilakukan dalam belajar untuk meningkatkan kemampuannya. Bagaimana pun usaha tidak dapat mengukur kualitas belajar siswa dan kapan hal tersebut terjadi, usaha tidak relevan dengan ketepatan mereka dalam meningkatkan kemampuannya.
e.       Depth (kedalaman)
Makna kedalaman diartikan sebagai jawaban yang dirumuskan tertuju kepada pertanyaan dengan kompleks, Apakah permasalahan dalam pertanyaan diuraikan sedemikian rupa? Apakah telah dihubungkan dengan faktor-faktor yang signifikan terhadap pemecahan masalah? Sebuah pernyatan dapat saja memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, tetapi jawaban sangat dangkal (kebalikan dari dalam). Misalnya terdapat ungkapan, "Katakan tidak". Ungkapan tersebut biasa digunakan para remaja dalam rangka penolakan terhadap obat-obatan terlarang (narkoba). Pernyataan tersebut cukup jelas, akurat, tepat, relevan, tetapi sangat dangkal, sebab ungkapan tersebut dapat ditafsirkan dengan bermacam-macam.
f.       Breadth (keluasaan)
Keluasan sebuah pernyataan dapat ditelusuri dengan pertanyaan berikut ini. Apakah pernyataan itu telah ditinjau dari berbagai sudut pandang?; Apakah memerlukan tinjauan atau teori lain dalam merespon pernyataan yang dirumuskan?; Menurut pandangan..; Seperti apakah pernyataan tersebut menurut... Pernyataan yang diungkapkan dapat memenuhi persyaratan kejelasan, ketelitian, ketepatan, relevansi, kedalaman, tetapi tidak cukup luas. Seperti halnya kita mengajukan sebuah pendapat atau argumen menurut pandangan seseorang tetapi hanya menyinggung salah satu saja dalam pertanyaan yang diajukan.
g.      Logic (logika)
Logika bertemali dengan hal-hal berikut: Apakah pengertian telah disusun dengan konsep yang benar?; Apakah pernyataan yang diungkapkan mempunyai tindak lanjutnya? Bagaimana tindak lanjutnya? Sebelum apa yang dikatakan dan sesudahnya, bagaimana kedua hal tersebut benar adanya? Ketika kita berpikir, kita akan dibawa kepada bermacam-macam pemikiran satu sama lain. Ketika kita berpikir dengan berbagai kombinasi, satu sama lain saling menunjang dan mendukung perumusan pernyataan dengan benar, maka kita berpikir logis. Ketika berpikir dengan berbagai kombinasi dan satu sama lain tidak saling mendukung atau bertolak belakang, maka hal tersebut tidak logis.

2.2         Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Berfikir Kritis

Faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis menurut Rath et al (1966) adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Siswa memerlukan suasana akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir kritis siswa, diantaranya:
a.       Kondisi fisik:
Menurut Maslow dalam Siti Mariyam (2006:4) kondisi fisik adalah kebutuhan fisiologi yang paling dasar bagi manusia untuk menjalani kehidupan. Ketika kondisi fisik siswa terganggu, sementara ia dihadapkan pada situasi yag menuntut pemikiran yang matang untuk memecahkan suatu masalah maka kondisi seperti ini sangat mempengaruhi pikirannya. Ia tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir cepat karena tubuhnya tidak memungkinkan untuk bereaksi terhadap respon yanga ada.
b.      Motivasi: Kort (1987)
Mengatakan motivasi merupakan hasil faktor internal dan eksternal. Motivasi adalah upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit tenaga seseorang agar mau berbuat sesuatu atau memperlihatkan perilaku tertentu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Menciptakan minat adalah cara yang sangat baik untuk memberi motivasi pada diri demi mencapai tujuan. Motivasi yang tinggi terlihat dari kemampuan atau kapasitas atau daya serap dalam belajar, mengambil resiko, menjawab pertanyaan, menentang kondisi yang tidak mau berubah kearah yang lebih baik, mempergunakan kesalahan sebagai kesimpulan belajar, semakin cepat memperoleh tujuan dan kepuasan, mempeerlihatkan tekad diri, sikap kontruktif, memperlihatkan hasrat dan keingintahuan, serta kesediaan untuk menyetujui hasil perilaku.
c.       Kecemasan:
 Keadaan emosional yang ditandai dengan kegelisahan dan ketakutan terhadap kemungkinan bahaya. Menurut Frued dalam Riasmini (2000) kecemasan timbul secara otomatis jika individu menerima stimulus berlebih yang melampaui untuk menanganinya (internal, eksternal). Reaksi terhadap kecemasan dapat bersifat; a) konstruktif, memotivasi individu untuk belajar dan mengadakan perubahan terutama perubahan perasaan tidak nyaman, serta terfokus pada kelangsungan hidup; b) destruktif, menimbulkan tingkah laku maladaptif dan disfungsi yang menyangkut kecemasan berat atau panik serta dapat membatasi seseorang dalam berpikir.
d.      Perkembangan intelektual:
Intelektual atau kecerdasan merupakan kemampuan mental seseorang untuk merespon dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan satu hal dengan yang lain dan dapat merespon dengan baik setiap stimulus. Perkembangan intelektual tiap orang berbeda-beda disesuaikan dengan usia dan tingkah perkembanganya. Menurut Piaget dalam Purwanto (1999) semakin bertambah umur anak, semakin tampak jelas kecenderungan dalam kematangan proses.

2.3         Teori Berpikir Kritis

Teori belajar berpikir kritis harus memberatkan pada usaha peserta belajar untuk aktif menganalisis dan memecahkan berbagai masalah yang ada disekitar mereka termasuk dalam proses belajar mereka , namun teori tersebut memerlukan ketrampilan khusus untuk dapat berpikir kritis,dibawah ini beberapa tahap dan ketrampilan yang harus dikuasai peserta belajar agar dapat berpikir kritis :
a. Keterampilan Menganalisis
Keterampilan menganalisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut (http://www.uwsp/cognitif.htm.). Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Pertanyaan analisis, menghendaki agar pembaca mengindentifikasi langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada sudut kesimpulan (Harjasujana, 1987: 44).
Kata-kata operasional yang mengindikasikan keterampilan berpikir analitis, diantaranya: menguraikan, membuat diagram, mengidentifikasi, menggambarkan, menghubungkan, memerinci, dsb.
b. Keterampilan Mensintesis
Keterampilan mensintesis merupakan keterampilan yang berlawanan dengan keteramplian menganallsis. Keterampilan mensintesis adalah keterampilan menggabungkan bagian-bagian menjadi sebuah bentukan atau susunan yang baru. Pertanyaan sintesis menuntut pembaca untuk menyatupadukan semua informasi yang diperoleh dari materi bacaannya, sehingga dapat menciptakan ide-ide baru yang tidak dinyatakan secara eksplisit di dalam bacaannya. Pertanyaan sintesis ini memberi kesempatan untuk berpikir bebas terkontrol (Harjasujana, 1987: 44).
c. Keterampilan Mengenal dan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini merupakan keterampilan aplikatif konsep kepada beberapa pengertian baru. Keterampilan ini menuntut pembaca untuk memahami bacaan dengan kritis sehinga setelah kegiatan membaca selesai siswa mampu menangkap beberapa pikiran pokok bacaan, sehingga mampu mempola sebuah konsep. Tujuan keterampilan ini bertujuan agar pembaca mampu memahami dan menerapkan konsep-konsep ke dalam permasalahan atau ruang lingkup baru (Walker, 2001:15).
d. Keterampilan Menyimpulkan
Keterampilan menyimpulkan ialah kegiatan akal pikiran manusia berdasarkan pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang dimilikinya, dapat beranjak mencapai pengertian/pengetahuan (kebenaran) yang baru yang lain (Salam, 1988: 68). Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa keterampilan ini menuntut pembaca untuk mampu menguraikan dan memahami berbagai aspek secara bertahap agar sampai kepada suatu formula baru yaitu sebuah simpulan. Proses pemikiran manusia itu sendiri, dapat menempuh dua cara, yaitu : deduksi dan induksi. Jadi, kesimpulan merupakan sebuah proses berpikir yang memberdayakan pengetahuannya sedemikian rupa untuk menghasilkan sebuah pemikiran atau pengetahuan yang baru.
e. Keterampilan Mengevaluasi atau Menilai
Keterampilan ini menuntut pemikiran yang matang dalam menentukan nilai sesuatu dengan berbagai kriteria yang ada. Keterampilan menilai menghendaki pembaca agar memberikan penilaian tentang nilai yang diukur dengan menggunakan standar tertentu (Harjasujana, 1987: 44).

2.4         Cara  Mengambangka Berfikir Kritis dalam Pembelajaran Sejarah

Cara  mengambangka berfikir kritis dapat ditingkatkan melalui latihan. Berikut ini diberikan delapan langkah yang dapat membantu siswa atau orang yang ingin meningkatkan kemampuannya dalam berpikir kritis, yaitu: (a) menentukan masalah atau isu nyata, proyek, atau keputusan yang betul-betul dipertimbangkan untuk dikritisi; (b) menentukan poin-poin yang menjadi pandangan; (c) memberikan alasan mengapa poin-poin itu dipertimbangkan untuk dikritisi; (d) membuat asumsi-asumsi yang diperlukan; (e) bahasa yang digunakan harus jelas; (f) membuat alasan yang mendasari dalam fakta-fakta yang meyakinkan; (g) mengajukan kesimpulan; dan (h) menentukan implikasi dari kesimpulan tersebut. Hal ini dapat dilakukan pula dalam pengembangan berpikir kritis dalam pembelajaran sejarah.
Lebih lanjut dijelaskan karakteristik dari berpikir kritis menurut Wade dalam Setiawan (2005) adalah menjawab pertanyaan, merumuskan masalah, meneliti fakta-fakta, menganalisis asumsi dan kesalahan, menghindari alasan-alasan yang emasional, menghindari penyederhanaan yang berlebihan, memikirkan intepretasi lain, dan mentoleransi arti ganda. Kemampuan berpikir terutama kemampuan berpikir kritis dan kreatif sangat diperlukan dalam mengajarkan pemecahan masalah pada siswa, karena salah satu indikasi adanya transfer belajar adalah kemampuan menggunakan informasi dan ketrampilan dalam memecahkan masalah. Melalui pemecahan masalah-masalah itu siswa dilatih berpikir kritis melalui latihan. Kesulitan yang umumnya ditemukan pada siswa dalam memecahkan masalah adalah dalam hal memperjelas masalah atau merumuskan masalah yang akan dipecahkan (Slavin, 1997).
Pada pembelajaran sejarah dapat pula menggunakan pembelajaran kolaboratif untuk mengembangkan berpikir kritis. Pembelajaran kolaboratif melalui diskusi kelompok kecil juga direkomendasikan sebagai strategi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis (Resnick L., 1990; Rimiene V., 2002; Gokhale A.A., 2005). Dengan berdiskusi siswa mendapat kesempatan untuk mengklarifikasi pemahamannya dan mengevaluasi pemahaman siswa lain, mengobservasi strategi berpikir dari orang lain untuk dijadikan panutan, membantu siswa lain yang kurang untuk membangun pemahaman, meningkatkan motivasi, serta membentuk sikap yang diperlukan seperti menerima kritik dan menyampaikan kritik dengan cara yang santun.
Menurut Sudjna (1990:15) dalam proses pembelajaran intinya terletak pada kegiatan belajar para peserta didik. Tinggi rendahnya kadar kegiatan belajar banyak dipengaruhi oleh metode pembelajaran yang digunakan guru. Oleh sebab itu pembelajaran yang baik hendaknya lebih banyak melibatkan peserta didik untuk aktif dalam kegiatan belajar. Sehingga orientasi penilaian pembelajaran tidak hanya menekankan pada hasil belajar berupa tes tertulis saja namun juga penilaian proses yaitu aktivitas kegiatan siswa. Berdasarkan hal tersebut guru diarapkan dapat menggunakan metode yang tepat dalam pembelajaran.
Pada materi pelatihan guru implementasi kurikulum 2013 tahun 2014 mata pelajaran sejarah merekomendasikan tiga model pembelajaran utama, yakni model pembelajaran berbasis masalah, problem based learning (PBL), model pembelajaran berbasis proyek dan model pembelajaran discaveri . namun secara kreatif masih bisa mengembangkan model-model pembelajaran yang sudah pernah dilakukan secara jicsaw, STAD (Student Team Achievement Divison), TGT, ACC, model kuis dan lain-lain kurikulum. Metode pembelajaran yang telah disebutkan itu dapat juga mengmbangkan bepikir kritis dalam pembelajaran sejarah, agar pembelajaran sejarah yang biasanya membosankan menjadi lebih menyenangkan sehingga siswa menjadi berkembang dalam berpikir kritisnya.



BAB III PENUTUP

3.1         Simpulan

Berpikir kritis, dari beberapa ahli memiliki pendapatnya sendiri-sendiri tentang pengertian berpikir kritis, akan tetapi masing-masing komponen berpikir kritis yang berbeda-beda dari beberapa ahli itu mengandung banyak kesamaan. Krulik dan Rudnik (1993) mendefinisikan berpikir kritis adalah berpikir yang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah. Termasuk di dalam berpikir kritis adalah mengelompokkan, mengorganisasikan, mengingat dan menganalisis informasi. Berpikir kritis memuat kemampuan membaca dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi yang diperlukan dengan yang tidak ada hubungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berpikir kritis menurut Rath et al (1966) adalah interaksi antara pengajar dan siswa. Siswa memerlukan suasana akademik yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi siswa untuk mengekspresikan pendapat dan keputusannya selama berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berpikir kritis siswa, diantaranya : kondisi fisik,motivasi, kecemasan dan perkembangan intelektual. Teori belajar berpikir kritis harus memberatkan pada usaha peserta belajar untuk aktif menganalisis dan memecahkan berbagai masalah yang ada disekitar mereka termasuk dalam proses belajar mereka, namun teori tersebut memerlukan ketrampilan khusus untuk dapat berpikir kritis.
Cara  mengambangka berfikir kritis dapat ditingkatkan melalui latihan. Berikut ini diberikan delapan langkah yang dapat membantu siswa atau orang yang ingin meningkatkan kemampuannya dalam berpikir kritis, yaitu: (a) menentukan masalah atau isu nyata, proyek, atau keputusan yang betul-betul dipertimbangkan untuk dikritisi; (b) menentukan poin-poin yang menjadi pandangan; (c) memberikan alasan mengapa poin-poin itu dipertimbangkan untuk dikritisi; (d) membuat asumsi-asumsi yang diperlukan; (e) bahasa yang digunakan harus jelas; (f) membuat alasan yang mendasari dalam fakta-fakta yang meyakinkan; (g) mengajukan kesimpulan; dan (h) menentukan implikasi dari kesimpulan tersebut. Hal ini dapat dilakukan pula dalam pengembangan berpikir kritis dalam pembelajaran sejarah.


Daftar Pustaka

2012. Tersedia di http//;Teori Belajar Berpikir Kritis.htm (diakses tanggal 5 Oktober 2014)
2012. Tersedia di :http//; /Kemampuan Berpikir Kritis   Wong Kapetakan's Blog.htm (diakses tanggal 5 oktober 2014)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda